Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali mencetak rekor tertinggi barunya. Harga kontrak futures (berjangka)
batu bara termal ICE Newcastle yang aktif diperdagangkan tembus level US$ 91/ton setelah menguat 0,22% pada perdagangan kemarin, Kamis (28/1/2021).
Kenaikan harga batu bara ditopang oleh beberapa faktor. Ketatnya pasokan dan harga batu bara domestik China yang tinggi membuat Negeri Panda melonggarkan kebijakan kuota impornya yang membuat permintaan meningkat.
Di saat yang sama harga gas juga melesat di tengah suplainya yang minim. Harga gas yang naik tajam membuat konsumen cenderung akan beralih ke batu bara. Sentimen commodity supercycle pasca krisis ekonomi yang ditandai dengan kenaikan signifikan harga komoditas juga membuat harga batu bara ikut terkerek naik.
Baru-baru ini Presiden AS ke-46 Joe Biden semakin mengukuhkan impiannya untuk mereformasi kebijakan energi AS. Biden dalam aturan terbarunya menghentikan (moratorium) kontrak migas baru di wilayah darat dan perairan AS. Ia juga memotong subsidi bahan bakar fosil.
Sebelumnya Biden juga kembali bergabung dengan Perjanjian Paris untuk bersama-sama mengatasi masalah perubahan iklim. Di bawah pemerintahannya, Biden akan terus berupaya untuk beralih dari bahan bakar fosil (minyak, batu bara dan gas) ke sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Hal ini tentu menjadi ancaman bagi industri migas dan batu bara AS. Di Amerika dan Eropa nasib batu bara boleh saja sunset. Namun, untuk kawasan Asia terutama China dan Asia Tenggara termasuk di dalamnya Indonesia, si batu legam masih bertaji.
Ke depan pertumbuhan konsumsi batu bara masih akan didominasi oleh negara-negara kawasan Asia. India dan China, meskipun berencana untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil ini, tetapi secara pertumbuhan masih akan diramal positif.
Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, batu bara menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia. Bersama dengan minyak sawit mentah, kontribusinya terhadap ekspor non-migas RI terbilang besar karena lebih dari 20%.
Indonesia memang kaya akan batu bara. Kementerian ESDM menyebut hasil kajian Badan Geologi Kementerian ESDM per Desember 2019 menunjukkan, total keseluruhan cadangan batu bara mencapai 37,6 miliar ton.
Perinciannya batu bara kualitas kalori rendah 14,4 miliar ton, kualitas kalori sedang 20,3 miliar ton, kalori tinggi 2,3 miliar ton, dan kalori sangat tinggi 0,42 miliar ton. Produksinya dalam setahun mencapai lebih dari 500 juta ton.
Dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru dan tingkat produksinya stabil (meski kemungkinan kecil), cadangan batu bara RI baru akan habis dalam kurun waktu 75 tahun lagi.
Kebanyakan produksi batu bara RI diekspor ke negara-negara Asia terutama China, Jepang, Korea Selatan dan India. Pasar batu bara di kawasan Asia-Pasifik masih bergeliat. Keterbatasan pasokan batu bara domestik China dan tingginya gas yang membuat harga listrik di Jepang naik membuat batu bara diuntungkan.
Apalagi hubungan China dan Australia yang memanas membuat konsumen batu bara terbesar di dunia tersebut beralih membeli batu bara dari Indonesia.
Berbeda dengan Australia yang memasok batu bara dengan kandungan kalori tinggi untuk kebutuhan industri metalurgi, ekspor RI ke China didominasi oleh batu bara termal untuk pembangkit listrik.
China sebelumnya sudah meneken komitmen untuk mengimpor batu bara lebih banyak dari Indonesia di tahun ini. China diperkirakan akan membeli batu bara Indonesia senilai US$ 1,47 miliar atau sekitar Rp 20,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per US$) pada 2021.
Hal tersebut berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia ( APBI ) dengan China Coal Transportation and Distribution yang ditandatangani pada Rabu (25/11/2020).
Komitmen perdagangan Indonesia dan China yang terjalin ini tentunya menjadi katalis positif untuk harga batu bara serta kinerja para produsen komoditas energi primer ini di Tanah Air.
Di sisi lain, pemerintah juga terus berupaya mendorong kebijakan bauran energi yang lebih berkesinambungan. Proyek-proyek hilirisasi batu bara seperti yang sekarang tengah digarap oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terus digenjot.
Selain diharapkan mampu memberi nilai tambah bagi perekonomian, hilirisasi batu bara ini juga diharapkan menjadi salah satu langkah untuk mewujudkan kemandirian energi serta diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif solusi dan kontribusi terhadap permasalahan perubahan iklim.
TIM RISET CNBC INDONESIA